Pages

Jumat, 08 Maret 2013

aku bosan jadi manusia !

Aku tidak mau penyakit ini kambuh lagi. Seperti biasa membuatku melepuh dan terbakar. Aku ingin semua kembali normal. Aku tak bisa lepas dari kesendirian. Seperti semula, ketika darah membasahiku keluar dari rahim ibu. Aku menangis sejadinya. Tapi mereka malah tersenyum, seolah bangga melihatku yang tersiksa oleh dunia yang begitu asing.

Beberapa saat aku mulai belajar memahami tangan-tangan serakah yang menjamahku. Mereka bicara ini itu seakan mempermainkanku yang buta dengan dunia yang baru. Apakah benar ini dunia yang Tuhan beri untukku. Atau ini hanya tempat pembuanganku sesaat. Entahlah, aku tidak tahu.

Semua terasa begitu aneh saat ini. Tidak ada lagi tali pusar, yang meski diam dia selalu mengerti apa yang aku ingini. Dunia begitu rapuh untuk manusia rapuh serapuh aku. Seandainya bisa dengan cepat ku dapat, sepertinya aku lebih bahagia menjadi debu. Dengan tidak terbebani kata-kata mulia berlabel “manusia” dia bisa melakukan apa saja. Melayang dan menempel di mana saja. Walau terkadang kehadirannya tak diharapkan. Diusir dan dipermalukan, disapu dengan hina. Setidaknya itu bukan hal yang memalukan baginya. Berbeda sekali dengan aku, yang menyandang gelar sebagai manusia.

Sekarang hampir separo perjalananku. Tak semakin indah, justru semakin memuakkan. Sebentar lagi waktuku memanjakan diri akan usai. Terpaksa mengikuti tradisi makhluk aneh yang bernama manusia. Pagi-pagi aku harus bangun, menyiapkan segala sesuatu menuju rutinitas yang menjadi kewajiban. Seharian mengurus sesuatu yang disebut pekerjaan. Hah, pasti akan sangat membosankan. Kalau hidup ini hanya sementara, kenapa harus ada acara mengumpulkan harta. Kenapa tak usaha biar cepet mati saja. Aneh memang manusia.

Belum lagi nanti di akhir ketika menghadapi satu fase bernama kematian. Seluruh perbuatan menjadi pertanggungjawaban. Kesenangan tak begitu lama semasa menyandang gelar sebagai manusia menjadi bahan perhitungan. Surga dan neraka. Haduh, aku semakin tak habis pikir. Belum mati pun rasanya aku sudah bisa melihat masa depanku ada di mana. Dan lengkaplah sudah penderitaanku sebagai manusia.

Tuhan, lagi-lagi aku mengeluh. Sejujurnya, aku tidak sanggup menjadi manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar